Wilujeng Sumping ka Blog Simkuring klo bisa, vote-lah kesukaan atau ketidaksukaan anda terhadap blog ini

Sabtu, 12 November 2011

DAWLAH DAN KONSEP IMAMAH

Salah satu karekteristik agama Islam pada masa-masa awal penampilan nya ialah kejayaan dibidang politik.Penuturan sejarah Islam dipenuhi oleh kisah kejayaan Nabi Muhammad SAW sendiri (Periode Madinah) sampai masa-masa jauh sesudah beliau wafat.Terjalin dengan kejayaan politik itu ialah sukses spektakuler ekspansi militer kaum muslimin, khususnya yang terjadi dibawah pimpinan para sahabat Nabi. Maxim Rodinson, seorang ahli marxis Islam, menegaskan bahwa agama Islam menyuguhkan kepada para pemeluknya suatu proyek kemasyarakatan, suatu program yang harus diwujudkan di muka bumi. Karna itu kata Rodinson, Islam tidak dapat disamakan dengan agama Kristen dan Budhisme, sebab Islam tidak hanya menapilkan dirinya sebagai perhimpunan kaum beriman yang mempercayai kebeneran yang satu dan sama, melainkan juga sebagai masyarakat yang total.
Kenyatan tersebut menjadikan dasar bagi adanya pandangan yang merata dikalangan ahli dan awam, baik muslim maupun bukan muslim, bahwa Islam adalah agama yang terkait erat dengan kenegaraan. Dimulai dengan pembunuhan Khallifah ketiga yaitu, Ustman bin Affan, yang dikenal oleh para sejarahwan “percobaan besar pertama” (al-fitnah al-kubra al ula) yang disusul oleh berbagai fitnah yang lain, perbedaan pandangan tentang hakikat hubungan agama dan politik dalam islam itu sendiri berlanjut terus samapi saat ini. Hal ini tentu memprihatikan.
Namun yang lebih memprihatikan lagi adalah, pengaryh berbagai perbedaan dan pertentangan itu dalam peham keagamaan yang tidak jarang diletakan dalam kerangka “muslim” dan “kafir” seperti yan menjadi pola hubungan segitiga antara para pengikut, Ali ibn Abi Thalib, Mu’awiyah ibn Abi Sufyan dan Kaum Khawarij dalam periode Islam Klasik. Dimulai dengan Abdullah ibn Umar al-Khatab dengan konsep jamaah nya, suat kelompok dari kalangan kaum muslimyang kelak disebut dengan dan menamakan diri sebagai ahl al-sunnah wal jamaah (golongan sunni) dengan dukungan para Khalifah baik Umayah dan maupun kelak Abbasiyah, menawarkan jalan dari berbagai fitnah dan pertentangan itu dengan mengebangkan konsep kenegaraan yang moderat dan mempertemukan beberapa golongan.
Karena moderasinya itu, konsep politik kaum sunni sering dinilai bersifat kompromis terhadap status quo. Malah, dalam pandangan hamid Enayat, seorang muslim Syiah ahli dalam poltik Islam modern, tradisi dan doktrin poltik Sunni itu bersemangat oportunistik, terutama dalam sikapnya terhadap kekuasaan. Seperti diuraikan oleh Mottahedeh, kaum Syiah berpandangan bahwa Ummat memerlukan kepemimpinan Ali yang dipilih menurut suatu prinsip yang jelas dan pemipin ini diangap sebagai yang paling berhak menafsirkan agama Islam pada Zaman nya.Kaum Syiah lebih suka menamakan pemipin itu imam ketimbang khalifah dan penamaan itu mengisyaratkan fungsi keagamaan yang lebih mennonjol padanya.
                Pembentukan dinasti Safawiyah (1501-1742) ditanah iran membawa sekte Syiah kepada realisasi terbesar buat pertama kalinya dengan mengumumkannya agama resmi dalam wilayah kekuasaannya. Dinasti safawiah dengan pintar sekali mempergunakan islam dan secara relative berhasil menuduhkan bangunan keagamaan. Sepanjang praktek, pihak ulama dalam sekte Syiah menrima kedudukan sah sebagai wakil yang sah dari Al Imam menggunakan gelar “shadow of God onEarth” (Dzillu’ilahi fil Ardh) bayangan tuhan dimuka bumi. Dan dengan rela menerima pengangkatan-pengankatan pihak pemerintah
                Sekalipun memperlihatkan keberhasilan pihak kerajaan, akan tetapi doktrin pihak syiah, bebeda dengan pemikiran politik pihak sunni, tidak pernah memperkembangkan pembenaran sepanjang theologis maupun hukum terhadap legitimasi keagamaan dari pihak para penguasa temporal itu. Sekalipun sarjana-sarjan keagamaan itu dirangkul oleh pihak Negara, tapi teori politik pihak syiah tetap menegaskan a-al imam itu Cuma satu-satunya penguasa yang sah dan sekalipun memeihak terhadap Negara dan pejabatnya.Sekali lagi penguasa semntara itu mungkin diterima sebagai suatu kemestian bagi ketertiban umum menjelang Al imam dating kembali, tapi legitamasi yang mutlak tetap ditolak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar